Saturday, December 4, 2010

melebur untuk membentur


Mungkin itu yang menjadi pembeda dari semua yang saya kenal. Pembeda dengan sikap diamnya yang ternyata mengiyakan segala yang mengalir adalah sebuah harta bagi saya yang harus dijaga. Saya dibiarkan untuk terus berjalan sesuai dengan peta yang sudah saya punya. Bagi orang lain, saya diharuskan untuk berjalan sesuai dengan peta mereka. Bagaimana bisa saya hidup tanpa ada kepercayaan dari diri saya sendiri sementara orang lain tidak menginginkan itu ada pada saya?

Sangat lain rasanya jika saya berbicara tentang karya yang berasa. Saya melebur dengan karya tanpa syarat. Merasakan bagaimana saya begitu membutuhkan kehadiran mereka dan mereka membutuhkan untuk dihadirkan. Dua sisi yang tidak akan pernah berbentur dan Tuhanlah yang menjadi orang ketiga. Tapi, bagaimana bisa orang lain ingin merusak hubungan kasih antara saya dan karya? Tuhan saja membiarkan saya begitu "saja".

Dalam perjalanan kerasnya kepala saya, banyak hal yang akan sulit dipahami orang lain mengapa saya tetap memilih untuk menjadi si keras kepala. Ini masalah rasa. Dari awal sudah saya katakan bahwa rasa adalah urusan saya. Tugas mereka hanya menikmati kemudian menjawab teka-teki yang ada pada rasa. Saya tidak akan menyalahkan rasa apa yang akan mereka terjemahkan karena tujuan saya adalah menciptakan rasa untuk menghadirkan rasa yang lain. Terlalu banyak kata untuk disusun secara acak bahkan jika kamu bertanya bagaimana "saya".

"Kamu paham mengapa saya "harus tidak" menjual diri dan bukan "tidak harus" menjual diri?"

No comments:

Post a Comment

Blog Archive