Tadi, senyumku hilang (lagi). Mendadak entah tercecer di mana. Mungkin aku lupa gara-gara apa hingga senyumku hilang begitu saja. Rasanya seperti minum air tawar dan makan roti tawar. Kenyang tapi hambar. Anehnya, aku tidak berusaha mencarinya lagi. Sepertinya aku lebih nyaman dia hilang, pikirku.
Karena aku sedang tak punya senyum, aku lebih memilih menyendiri. Aku membuat jarak semampu mungkin terhadap orang-orang di sekitar. Aku jadi benci suara-suara karena takut mempengaruhi kembalinya senyumku. Bisa jadi aku memang mengharapkan senyum itu tercecer seperti yang sudah terjadi.
Sedangkan dia yang lain, meminta tangan kananku untuk dipegangnya. Dia mungkin khawatir mengapa senyumku hilang. Aku tidak peduli. Aku pikir dengan hilangnya senyumku maka ada jarak di antara kami. Tapi, aku salah menilai. Dia tidak menginginkan ada jarak itu. Akhirnya aku meminang waktu agar dia bosan melihat aku yang tak tersenyum.
: Ya, aku pinang waktu dengan kecepatan agar aku bisa mendapatkan si J.
No comments:
Post a Comment